Kamis, 26 Januari 2017

EDUKASI


Lolos Seleksi Beasiswa Tak Cukup Modal "Pintar", Tahu Kenapa?

Senin, 23 Januari 2017 | 09:24 WIB
Dok Nuffic Neso Indonesia Musim dingin umumnya jadi salah satu tantangan utama bagi mahasiswa Indonesia yang bekuliah ke negeri empat musim seperti Belanda.

KOMPAS.com
– Pintar saja tak cukup jadi modal untuk meraih beasiswa kuliah ke Belanda. Kerja keras dan sikap pantang menyerah menjadi salah satu penentu seseorang mendapatkan beasiswa.
Pengalaman alumnus Leiden University, Belanda, Ali Abdillah mengajarkan hal itu. Dua tahun lalu Ali lolos menjadi penerima beasiswa program Master (S2) dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Ali pun kemudian dapat berangkat ke Belanda untuk menuntut ilmu Hukum Eropa. Namun, perjuangannya untuk mewujudkan impian tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan.
"Tantangan paling besar bagi saya adalah bahasa Inggris. Saya sampai ikut tes IELTS empat kali baru mencapai nilai yang mencukupi untuk mendaftar beasiswa," tutur Ali di hadapan ratusan peserta pameran pendidikan Holland Scholarship Day yang diselenggarakan Nuffic Neso Indonesia, Sabtu (21/1/2017).
Di atas panggung Erasmus Huis, Jakarta, Ali mengaku belajar bahasa Inggris habis-habisan. Pasalnya, lanjut dia, bahasa tersebut tak pernah benar-benar dipakai sebelum memutuskan kuliah ke luar negeri.

"Ketika berorganisasi maupun kuliah, saya tak pernah berbahasa Inggris," katanya.
Namun, Ali tak patah arang. Semangatnya untuk kuliah ke luar negeri sudah bulat. Terbukti, dia berhasil lolos seleksi beasiswa dan bahkan sekarang sudah lulus kuliah.

"Orang pintar akan kalah dengan orang yang mau kerja keras," ucap Ali.
KOMPAS.com/Adhis Anggiany Putri Siswanto Ratusan peserta pameran pendidikan Holland Scholarship Day 2017 terlihat memperhatikan dengan serius paparan dari para pembicara.

Pernyataan Ali tersebut sejalan dengan pandangan Tim Koordinator Promosi Pendidikan Nuffic Neso Indonesia, Inty Dienasari.

"Teman saya pernah mencoba (mendaftar beasiswa) sampai 10 kali baru akhirnya diterima," kata Inty saat menjawab pertanyaan salah satu peserta tentang trik menjadi kandidat terbaik penerima beasiswa.

Menurut Inty, tidak ada satu tips yang dapat memastikan seseorang lolos seleksi beasiswa. Alasannya, tiap beasiswa punya karakter berbeda.

"Bukan pintar saja, bukan juga harus kurang mampu, atau hanya PNS (Pegawai Negeri Sipil). Lalu, apa tipsnya? Tidak menyerah untuk mencoba," lanjut Inty.

Beda beasiswa, beda syarat
Karena itu, jeli melihat persyaratan dari tiap beasiswa yang ingin dilamar wajib dilakukan. Seperti kata Inty, setiap beasiswa punya karakter berbeda.

Alumnus Erasmus University Rotterdam, Bramandita Resa, misalnya, sempat bercerita tentang pengalamannya saat memilih beasiswa. Resa, begitu dia disapa, memilih mendaftar beasiswa Netherlands Fellowship Programme (NFP) untuk membiayai rencana kuliah S2.

"NFP kan lebih mengutamakan peserta perempuan. Selain itu, jurusan yang saya ambil sejalan dengan program prioritas NFP ketika itu," ucap Resa. Menurutnya, kesesuaian program studi dan bidang yang jadi prioritas pemberi beasiswa menjadi salah satu penentu penting. Selain itu, lanjut dia, alasan pemilihan program studi pun harus jelas.
KOMPAS.com/Adhis Anggiany Putri Siswanto Koordinator Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, Indy Hardono, sedang memaparkan seluk beluk program beasiswa Studeren in Nederland dalam acarca Holland Scholarship Day, Sabtu (21/1/2017), di Erasmus Huis, Jakarta.

Dalam kesempatan sama, Koordinator Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, Indy Hardono, turut menekankan pentingnya motivasi pribadi yang sejalan dengan program studi. Dia pun mencontohkan motivasi yang pernah berhasil "menyentuh" pemberi beasiswa. "Pernah ada seorang penerima besiswa StuNed (Studeren in Nederland) dari Riau. Dia ambil (jurusan) Water Sanitation. Dia bilang di daerahnya akses air bersih masih di bawah 50 persen. Salah satu tujuan utama dia adalah bisa berkontribusi menaikkan angka ini sepulang studi nanti," tutur Indy.

Tak hanya itu, dia mengajak peserta untuk mencari tahu syarat masuk universitas tujuan. Pasalnya, beberapa beasiswa Belanda—seperti StuNed—mengharuskan pendaftar untuk lebih dulu mendapat unconditional Letter of Acceptance (LoA).

"Hari ini adalah waktu tepat untuk bertanya, karena tiap universitas bisa berbeda syaratnya. Tiap bidang studi juga bisa beda, ada yang minta nilai IELTS tinggi, pengalaman kerja, atau portofolio," ujar Indy.
Pameran pendidikan seperti Holland Scholarship Day, menurut Indy, memang dirancang untuk jadi pusat informasi mengenai perkuliahan ke Belanda. Nuffic menyuguhkan sesi seminar untuk beberapa beasiswa dari Pemerintah Belanda, di antaranya StuNed dan Orange Tulip Scholarship (OTS).
KOMPAS.com/Adhis Anggiany Putri Siswanto Pengunjung Holland Scholarship Day 2017 dapat menggali informasi lebih dalam terkait minat studi kepada perwakilan atau alumnus universitas Belanda yang hadir.

Selain itu, perwakilan dari Kemkominfo, Bappenas, dan EU Delegation turut memaparkan beasiswa yang ditawarkan masing-masing lembaga. Sekitar 16 universitas Belanda pun mengirimkan perwakilan atau alumnus untuk memberikan informasi kepada peserta pameran. "Sudah empat kali diselenggarakan (satu kali setiap tahun), acara seperti ini cukup efektif untuk mengedukasi target pasar kami di Indonesia. Terbukti, jumlah pendaftar beasiswa kian meningkat rata-rata 30 persen tiap tahun. Kualitas pelamar pun semakin baik," ucap Direktur Nuffic Neso Indonesia, Mervin Bakker pada kesempatan sama.

Sebagai informasi tambahan, pendaftaran beasiswa StuNed untuk program Master dan short course sudah dibuka hingga 1 April 2017. Mulai tahun ini pendaftaran dan pengiriman berkas pun lebih mudah karena dapat dilakukan secara online di situs resmi Nuffic Neso Indonesia.
Siap kerja keras?
Penulis: Adhis Anggiany Putri S
Editor : Latief

Tidak ada komentar:

Posting Komentar