KOMPAS.com –
Pintar saja tak cukup jadi modal untuk meraih beasiswa kuliah ke
Belanda. Kerja keras dan sikap pantang menyerah menjadi salah satu
penentu seseorang mendapatkan beasiswa.
Pengalaman alumnus Leiden University, Belanda, Ali Abdillah
mengajarkan hal itu. Dua tahun lalu Ali lolos menjadi penerima beasiswa
program Master (S2) dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Ali pun kemudian dapat berangkat ke Belanda untuk menuntut ilmu Hukum
Eropa. Namun, perjuangannya untuk mewujudkan impian tersebut tak
semudah membalikkan telapak tangan.
"Tantangan paling besar bagi saya adalah bahasa Inggris. Saya sampai
ikut tes IELTS empat kali baru mencapai nilai yang mencukupi untuk
mendaftar beasiswa," tutur Ali di hadapan ratusan peserta pameran
pendidikan Holland Scholarship Day yang diselenggarakan Nuffic Neso
Indonesia, Sabtu (21/1/2017).
Di atas panggung Erasmus Huis, Jakarta, Ali mengaku belajar bahasa
Inggris habis-habisan. Pasalnya, lanjut dia, bahasa tersebut tak pernah
benar-benar dipakai sebelum memutuskan kuliah ke luar negeri.
"Ketika berorganisasi maupun kuliah, saya tak pernah berbahasa Inggris," katanya.
Namun, Ali tak patah arang. Semangatnya untuk kuliah ke luar negeri
sudah bulat. Terbukti, dia berhasil lolos seleksi beasiswa dan bahkan
sekarang sudah lulus kuliah.
"Orang pintar akan kalah dengan orang yang mau kerja keras," ucap Ali.
KOMPAS.com/Adhis Anggiany Putri Siswanto
Ratusan peserta pameran pendidikan Holland Scholarship Day 2017
terlihat memperhatikan dengan serius paparan dari para pembicara.
Pernyataan Ali tersebut sejalan dengan pandangan Tim Koordinator Promosi Pendidikan Nuffic Neso Indonesia, Inty Dienasari.
"Teman
saya pernah mencoba (mendaftar beasiswa) sampai 10 kali baru akhirnya
diterima," kata Inty saat menjawab pertanyaan salah satu peserta tentang
trik menjadi kandidat terbaik penerima beasiswa.
Menurut Inty,
tidak ada satu tips yang dapat memastikan seseorang lolos seleksi
beasiswa. Alasannya, tiap beasiswa punya karakter berbeda.
"Bukan
pintar saja, bukan juga harus kurang mampu, atau hanya PNS (Pegawai
Negeri Sipil). Lalu, apa tipsnya? Tidak menyerah untuk mencoba," lanjut
Inty.
Beda beasiswa, beda syarat
Karena
itu, jeli melihat persyaratan dari tiap beasiswa yang ingin dilamar
wajib dilakukan. Seperti kata Inty, setiap beasiswa punya karakter
berbeda.
Alumnus Erasmus University Rotterdam, Bramandita Resa,
misalnya, sempat bercerita tentang pengalamannya saat memilih beasiswa.
Resa, begitu dia disapa, memilih mendaftar beasiswa Netherlands
Fellowship Programme (NFP) untuk membiayai rencana kuliah S2.
"NFP
kan lebih mengutamakan peserta perempuan. Selain itu, jurusan yang saya
ambil sejalan dengan program prioritas NFP ketika itu," ucap Resa.
Menurutnya, kesesuaian program studi dan bidang yang jadi prioritas
pemberi beasiswa menjadi salah satu penentu penting. Selain itu, lanjut
dia, alasan pemilihan program studi pun harus jelas.
KOMPAS.com/Adhis Anggiany Putri Siswanto
Koordinator Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, Indy Hardono, sedang
memaparkan seluk beluk program beasiswa Studeren in Nederland dalam
acarca Holland Scholarship Day, Sabtu (21/1/2017), di Erasmus Huis,
Jakarta.
Dalam
kesempatan sama, Koordinator Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, Indy
Hardono, turut menekankan pentingnya motivasi pribadi yang sejalan
dengan program studi. Dia pun mencontohkan motivasi yang pernah berhasil
"menyentuh" pemberi beasiswa.
"Pernah ada seorang penerima besiswa StuNed (Studeren in Nederland)
dari Riau. Dia ambil (jurusan) Water Sanitation. Dia bilang di daerahnya
akses air bersih masih di bawah 50 persen. Salah satu tujuan utama dia
adalah bisa berkontribusi menaikkan angka ini sepulang studi nanti,"
tutur Indy.
Tak hanya itu, dia mengajak peserta untuk mencari
tahu syarat masuk universitas tujuan. Pasalnya, beberapa beasiswa
Belanda—seperti StuNed—mengharuskan pendaftar untuk lebih dulu mendapat
unconditional Letter of Acceptance (LoA).
"Hari
ini adalah waktu tepat untuk bertanya, karena tiap universitas bisa
berbeda syaratnya. Tiap bidang studi juga bisa beda, ada yang minta
nilai IELTS tinggi, pengalaman kerja, atau portofolio," ujar Indy.
Pameran pendidikan seperti Holland Scholarship Day, menurut Indy,
memang dirancang untuk jadi pusat informasi mengenai perkuliahan ke
Belanda. Nuffic menyuguhkan sesi seminar untuk beberapa beasiswa dari
Pemerintah Belanda, di antaranya StuNed dan Orange Tulip Scholarship
(OTS).
KOMPAS.com/Adhis Anggiany Putri Siswanto
Pengunjung Holland Scholarship Day 2017 dapat menggali informasi lebih
dalam terkait minat studi kepada perwakilan atau alumnus universitas
Belanda yang hadir.
Selain
itu, perwakilan dari Kemkominfo, Bappenas, dan EU Delegation turut
memaparkan beasiswa yang ditawarkan masing-masing lembaga. Sekitar 16
universitas Belanda pun mengirimkan perwakilan atau alumnus untuk
memberikan informasi kepada peserta pameran.
"Sudah empat kali diselenggarakan (satu kali setiap tahun), acara
seperti ini cukup efektif untuk mengedukasi target pasar kami di
Indonesia. Terbukti, jumlah pendaftar beasiswa kian meningkat rata-rata
30 persen tiap tahun. Kualitas pelamar pun semakin baik," ucap Direktur
Nuffic Neso Indonesia, Mervin Bakker pada kesempatan sama.
Sebagai informasi tambahan, pendaftaran beasiswa StuNed untuk program Master dan
short course
sudah dibuka hingga 1 April 2017. Mulai tahun ini pendaftaran dan
pengiriman berkas pun lebih mudah karena dapat dilakukan secara
online di situs resmi Nuffic Neso Indonesia.
Siap kerja keras?